Singa-singa rumah Batak yang harganya ratusan juta kerap dicuri


Sejumlah rumah adat tradisional Batak milik warga Kabupaten Toba Samosir kehilangan patung singa-singa yang terpasang di bagian luar. Singa-singa dibeli oleh kolektor dengan harga mahal, Rp50 juta sampai Rp100 juta. Mencuri singa-singa tidaklah sulit, karena cuma ditempelkan dengan satu paku kayu.
Pencurian patung singa-singa dari rumah adat Batak Toba saat ini semakin sering terjadi di Kabupaten Toba Samosir. Seperti yang terjadi di Dusun Bariba Tali, Dusun Datu Horbo, dan Dusun Siahaan Dolok, semuanya di Desa Nauli. Kasus pencurian lain yang berhasil ditangkap Polsek Kecamatan Silaen adalah seperti yang terjadi di Dusun Hutagaol, Desa Sigumpar Barat, Kecamatan Sigumpar, sekitar pukul 3 dini hari.
Rumah ini ditempati oleh Jonni Hutagaol. Kronologi kejadian yang berhasil didapat dari hasil wawancara Koran Tapanuli dengan Perjuangan Hutagaol (42 tahun), warga Desa Sigumpar Barat. Dia sebagai saksi menyatakan bahwa pelaku berhasil mencongkel satu buah singa-singa dari sebelah kanan sopo tersebut. Hasil curiannya dibawa kabur dengan sebuah mobil Carry Futura BB-1156-LE yang sengaja diparkirkan di samping makam Dr. I.L. Nommensen.
Saksi Perjuangan Hutagaol yang mengetahui kejadian melaporkan kejadian tersebut ke polsek setempat. Polsek Silaen segera melakukan pengejaran dan menebar informasi ke tiap penjuru. Pada awalnya komplotan berhasil membawa hasil curiannya dengan aman. Tetapi di sekitar lokasi Desa Jangga Dolok, Kecamatan Lumbanjulu, Kabupaten Toba Samosir, mobil mereka menabrak tembok jalan hingga mobil terbalik.
Petugas Polsek Silaen beserta saksi segera meluncur dan menangkap si pelaku. Barang bukti yang disita berupa mobil Carry Futura BB 1156 LE beserta satu buah singa-singa yang sempat disembunyikan pelaku sekitar 10 meter dari lokasi mobil terbalik.
Ketika dikonfirmasi via sms, Kapolsek Silaen AKP P. Simatupang menyatakan bahwa pencurian dan penangkapan benar adanya, yaitu dua orang pelaku yang tertangkap antara lain Rudi Sianipar, pekerjaan supir warga Narumonda, dan Rajuman alias Acong, warga Desa Lumban Nabolon, Kecamatan Narumonda. Sedangkan satu orang melarikan diri yakni Erik Pardede, penduduk Desa Parparean IV, Kecamatan Porsea, Kabupaten Toba Samosir.
Polsek Silaen menitipkan kedua pelaku di Rutan Balige dan menahan barang bukti berupa singa-singa sopo dan mobil. Sementara kasus tetap diproses lebih lanjut. Kemungkinan kepada kedua pelaku akan dikenakan pasal 363 ayat 4(e) sub pasal 362 KUH Pidana.
Sementara itu tiga kasus pencurian singa-singa juga terjadi di Desa Nauli, Kecamatan Narumonda, Kabupaten Tobasa, yaitu hilangnya dua buah singa-singa sopo milik Ny. Siagian br. Marpaung. Di Dusun Datu Horbo/Bariba Tali, warga juga kehilangan satu buah singa-singa. Kemudian di Dusun Siahaan Dolok, Oppu si Gugun Siahaan kehilangan semua singa-singa dari rumah adatnya.
Singa-singa rumah adat Batak diincar kolektor Eropa
Menurut Hardi Sidabutar, seorang kolektor barang antik di Kabupaten Samosir, singa-singa sopo memang sangat digemari oleh pembeli khususnya dari luar negeri, seperti Belanda, Jerman, dan Perancis. Patung wajah singa yang terbuat dari kayu tempo dulu itu dipajang sebagai barang antik atau dijual ke museum.
   
"Seorang kolektor luar negeri mau membeli singa-singa sampai Rp50 juta satu pasang, bahkan bisa mencapai Rp100 juta,” kata Hardi kepada Koran Tapanuli di Tuktuk Siadong, Samosir.
Menurutnya, orang awam sebenarnya tidak tahu berapa persisnya nilai jual singa-singa. “Harga tersebut hanya diketahui kolektor dan agen.” Hardi Sidabutar menjelaskan, tidak semua rumah adat Batak memiliki patung singa-singa di bagian luarnya. Ada banyak faktor yang harus dipertimbangkan apakah sebuah sopo perlu dan bisa dipasangi singa-singa atau tidak.

      Hanya orang jujur yang memiliki singa-singa di rumah soponya.

“Di zaman dulu hanya orang-orang baik dan jujur yang rumahnya punya singa-singa. Jadi tidak semua orang Batak mampu memakai singa-singa. Kalau ada singa-singa di rumah Batak, maka keluarga itu adalah orang-orang jujur,” katanya. Singa, menurut cerita Hardi Sidabutar, adalah binatang kesayangan orang Batak tempo dulu. Singa diyakini oleh orang Batak Toba sebagai simbol binatang paling jujur, karena itulah banyak orang takut pada singa.
      Tidak sedikit orang Batak di zaman dahulu yang berteman dengan singa. Apabila ada orang di hutan yang berbuat keonaran, pasti dia akan dimakan singa. Seekor singa tahu membedakan mana orang yang baik dan mana orang jahat.
Pencurian patung singa-singa, menurut Hardi Sidabutar, memang cukup mudah dilakukan. “Hanya perlu waktu lima atau 10 menit untuk membuka sepasang singa-singa, karena pengikatnya cuma satu paku kayu, bukan paku besi,” katanya.
Dia mengatakan, tidak ada orang Batak Toba yang dengan resmi menjual singa-singa dari rumahnya. “Saya sudah 30 tahun sebagai kolektor barang antik, belum pernah saya jumpai orang Batak yang mau menjual singa-singa secara resmi, karena yang punya itu adalah satu keluarga, keturunan dari mulai oppung mereka.” Di Kabupaten Samosir, kasus pencurian singa-singa dari sopo terakhir diketahui terjadi pada Oktober 2009 di Kecamatan Nainggolan. Saat itu si pencuri berhasil ditangkap polisi. <Robinsonlin Simbolon>

Comments

Popular posts from this blog

Perkawinan yang dilarang dalam adat Batak Toba

Kumpulan Umpasa Batak

Ulaon Sadari Dalam Adat Batak di Jakarta